Jumat, 12 Juni 2009

60 Persen Terumbu Karang Jakarta Rusak


Jakarta, Kompas.com - Sekitar 60 persen terumbu karang di perairan DKI Jakarta rusak parah akibat praktik pemboman ikan dan proses sedimentasi (pengendapan lumpur) dari sampah dan pemanfaatan lahan.

"Hanya 40 persen terumbu karang di Jakarta yang bagus sedangkan berkategori sangat bagus Cuma 15 persen," kata peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Ono Kurnaen Sumadiharga di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, saat belum banyak praktik pemboman ikan dan sampah, 60 persen lebih terumbu karang di perairan Jakarta masih bagus. Namun setelah praktik pemboman ikan marak dilakukan pada tahun 1970-an, tempat bermain dan berkumpulnya komunitas laut tersebut banyak yang rusak. Apalagi setelah penduduk Jakarta dan daerah sekitarnya semakin banyak, jumlah sampah yang dibuang ke sungai lalu berakhir di laut pun meningkat.

Kerusakan juga diperparah oleh banyaknya pemanfaatan lahan untuk dijadikan perumahan, kantor, atau bangunan lain yang tanahnya terbuang ke laut. Tanah-tanah yang terbuang ke laut tersebut berubah menjadi lumpur dan menutupi atau mengendap di terumbu karang. "Terumbu karang akan mati jika tertutup Lumpur dan sampah," kata guru besar bidang oseanografi Universitas Indonesia (UI) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.

Untuk mengurangi kegiatan yang merusak terumbu karang itu, ia menyarankan agar pemerintah melarang pembuangan tanah ke laut atau kegiatan di pinggiran yang yang dapat mengabrasi tanah.

Selain itu, pemerintah jangan membiarkan pulau-pulau yang berada jauh dari pinggiran pantai menjadi pulau kosong. Karena praktik pemboman ikan dapat berlangsung bebas di sekitar pulau-pulau yang tidak berpenghuni. Menurut dia, jika perlu, pulau-pulau kosong itu dijadikan tempat wisata sehingga ada kegiatan di tempat tersebut. "Otomatis, pengelola kegiatan di tempat itu akan segera bertindak jika mengetahui ada praktik pemboman ikan," katanya.

Jumat, 22 Mei 2009

WOC in Manado to cost Rp380 billion


Manado, N Sulawesi (ANTARA News) - The cost of the World Ocean Conference (WOC) and the Coral Triangle Initiative (CTI) Summit di Manado, North Sulawesi, had been estimated at Rp380 billion.

"Most of the money had been spent on building infrastructure facilities, and only Rp 41 billion would be spent on holding the two events," Indroyono Soesilo, WOC national committee secretary told the press here Friday.

In the meantime, private investment in North Sulawesi relating to holding the WOC reached Rp1.5 trillion, he said.Save Our Earth

The WOC and CTI Summit will be held at the Grand Kawanua Convention Hall in Manado May 11-15, 2009, attended by experts in fishery, marine resources and the environment from 121 countries and a number of heads of government.

Senin, 30 Maret 2009

selamatkan bumi


Pemanasan Global (GLOBAL WARMING)


Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOBAL CLIMATE CHANGE menjadi pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas tentang hal tersebut sedang diselenggarakan di Nusa Dua Bali mulai tanggal 3 hingga 14 Desember 2007, diikuti oleh delegasi dari lebih dari 100 negara peserta. Salah satu penyebab perubahan iklim adalah Pemanasan Global (Global Warming).

Pemanasan Global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Pemanasan Global disebabkan diantaranya oleh “Greenhouse Effect” atau yang kita kenal dengan EFEK RUMAH KACA. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.

Istilah efek rumah kaca, diambil dari cara tanam yang digunakan para petani di daerah iklim sedang (negara yang memiliki empat musim). Para petani biasa menanam sayuran atau bunga di dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Kenapa menggunakan kaca/bahan yang bening? Karena sifat materinya yang dapat tertembus sinar matahari. Dari sinar yang masuk tersebut, akan dipantulkan kembali oleh benda/permukaan dalam rumah kaca, ketika dipantulkan sinar itu berubah menjadi energi panas yang berupa sinar inframerah, selanjutnya energi panas tersebut terperangkap dalam rumah kaca. Demikian pula halnya salah satu fungsi atmosfer bumi kita seperti rumah kaca tersebut. Sebagai Illustrasi sederhana tentang terjadinya pemanasan Global silahkan KLIK DISINI

Untuk mencegah dan mengurangi emisi gas karbondioksida dan efek rumah kaca mendorong lahirnya PROTOKOL KYOTO. Dinegosiasikan di Kyoto Jepang pada Desember 1997, dibuka untuk penandatanganan 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada tanggal 16 Pebruari 2005, setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.

Hingga 23 Oktober 2007 sudah 179 negara yang meratifikasi PROTOKOL KYOTO tersebut, daftar negara dapat anda lihat DISINI. Ada empat negara yang telah menandatangani namun belum meratifikasi protokol Kyoto tersebut yaitu, Australia (tidak berminat meratifikasi), Monako, Amerika Serikat yang merupakan pengeluar terbesar gas rumah kaca juga tidak berminat untuk meratifikasinya, sisanya Kazakstan. Tetapi setelah baru-baru ini Australia meratifikasinya menjelang konferensi perubahan iklim di Bali, maka tinggal Amerika Serikat sendiri sebagai negara industri besar yang belum meratifikasinya. Negara lain yang belum memberikan reaksi adalah Afghanistan, Andorra, Brunei, Rep. Afrika Tengah, Chad, Komoro Island, Irak, Taiwan, Republik Demokratik Arab Sahrawi, San Marino, Somalia, Tajikistan, Timor Leste, Tonga, Turki, Vatikan, dan Zimbabwe.

Dikutip dari sumber :

MENLH.GO.ID
EFEK RUMAH KACA
PROTOKOL KYOTO
STATUS RATIFIKASI PROTOKOL KYOTO per Oktober 2007